Ketika sang pemuda tengah bersukaria, bergembira dengan hasil
usahanya, tiba-tiba terdengar: sang pemuda kini sedang sakit Tiba-tiba
terdengar: ia tidur semalaman setelah sebelumnya selalu terjaga
Tiba-tiba terdengar kabar: ia sudah sakit dan tak ada harapan baginya
Tiba-tiba terdengar: pagi itu ia sudah melotot dan diarahkan wajahnya
Setelah sakit, tiba-tiba terdengar kabar: ia kini telah tiada..
Hari-hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan mulai berakhir. Ied tinggal satu atau dua jengkal lagi.
Aku tidak tahu kemana kami akan pergi sementara aku sedang menunggu
teman masa kecilku. Akan tetapi sebagaimana sudah menjadi kebiasaan,
sebagian besar waktu kami pada malam hari kami habiskan untuk keliling
ke pasar-pasar, tempat-tempat ramai dan jalan-jalan…
Ketika aku sudah duduk di bangku mobil di samping Abdurrahman, ia
bertanya kepadaku: “Apa engkau telah mempersiapkan baju baru? Hari Ied
akan datang menjelang.” Aku menjawab: “Belum.” “Bagaimana pendapatmu
kalau kita pergi ke tukang jahit sekarang?” tanyanya. Aku
menggeleng-gelengkan kepala merasa heran. Aku bertanya kepadanya:
“Tinggal tiga atau empat hari lagi sudah Ied, di mana kita bisa
mendapatkan tukang jahit yang dapat berlomba dengan kedatangan Ied dan
menyingkat waktu?” Keheranan dan keterkejutanku sama sekali tidak
menarik perhatiannya.
Ia membawa mobilnya dengan kencang hingga tiba di depan penjahit yang
sudah dikenalnya sejak lama. Ia berkata kepada penjahit itu: “Kami
ingin bergembira di hari Ied dan kami ingin memakai pakaian baru!!”
Lelaki itu tertawa dan menjawab sambil mengangkat bahunya, “Berapa hari
lagi akan datang Ied, kenapa tidak datang lebih awal?”
Abdurrahman menjawab sambil mengibaskan tangannya penuh arti: “Akan
kami tambah ongkosnya. Yang penting, lusa harus sudah selesai..!!” Ia
mengulangi lagi perjanjian itu: “Pokoknya lusa.”
Aku melihat tampaknya orang itu keberatan menerimanya. Tetapi temanku
itu langsung membayar sebagian ongkosnya dan terus mengulang-ulang:
“Lusa harus selesai. Jangan lupa.”
Hingga mendekati waktu fajar, kami terus bersenang-senang, lupa dan
lalai. Satu malam suntukpun berlalu, tanpa berdzikir kepada Allah walau
hanya sekali, padahal bisa jadi malam itu adalah malam Lailatul Qadar..
Hidup tanpa rasa dan kebahagiaan tanpa aroma… Kami melalui segala
pintu maksiat, menyingkap semua tabirnya. Kami menyangka bahwa semua itu
tidak akan dihisab; selalu tampak bergembira dan bersenang-senang. Tawa
ria memenuhi tempat itu. Namun dalam hati terdapat kedukaan dan
kesedihan. Sementara jiwaku terbang berputar-putar oleh kesenduan dan
kesuraman..
Kami berpisah sebelum fajar menyingsing, setelah sebelumnya kami
begadang dan berhura-hura, bertemu dan berkumpul dalam kemaksiatan dan
dosa. Kami tidur lama sekali, dari mulai Fajar hingga datang waktu
Ashar. Puasa, tetapi tidak shalat, dan kalaupun shalat, tanpa
menghadirkan hati…
Satu jam berpuasa kala sudah terbangun dari tidur untuk menunggu
Maghrib saja terasa berhari-hari. Aku mengisinya dengan bermain-main
telepon, atau membaca koran dan majalah…
Aku menanti datangnya adzan Maghrib sambil mengobrol dengan salah
seorang temanku melalui pesawat telepon. Namun suaranya berubah: “Apakah
engkau belum mendengar, bahwa Abdurrahman jatuh sakit?” “Belum.”
jawabku. “Kemarin sore ia masih sehat wal afiat.” “Sekarang ia
betul-betul sakit.” katanya lagi..
Pembicaraanpun terputus. Hal itu tidak berarti apa-apa bagiku, selain
kabar yang menurutku tidak benar. Muadzin mengumandangkan suaranya
untuk shalat Isya. Tiba-tiba suara telepon memanggilku. Ternyata kakak
Abdurrahman yang terbesar. Aku bertanya kepada diriku sendiri: “Apa yang
diinginkan? Apakah ia akan menanyakan aku tentang apa yang kuperbuat
bersama Abdurrahman di malam itu? Atau ada orang yang memberitahukan
kesalahan dan kekeliruan kami?
Tetapi yang terdengar adalah suaranya yang terdengar resah dan
terengah-engah. Ucapannya terputus-putus. Ia memberitahukan kepadaku,
bahwa Abdurrahman sudah meninggal dunia..
Aku terbungkam, tidak percaya sama sekali. Aku seolah-olah masih
melihatnya di hadapanku. Suaranya masih terngiang di telingaku.
Bagaimana ia bisa meninggal dunia?
Ketika pulang ke rumah, mobilnya bertabrakan dengan mobil lain,
kemudian ia diangkut ke rumah sakit dan ruhnya melayang pada Zhuhur hari
ini.
Telingaku seolah-olah tidak mempercayai apa yang kudengar. Aku
seolah-olah masih melihatnya di hadapanku. Iya, di hadapanku. Bahkan
hari ini kami punya janji untuk pergi ke pasar anu. Bahkan besok,
janjinya pakaian kami sudah akan selesai dijahit..
Akan tetapi suaranya menyadarkan diriku dari ketidaksadaran,
menghilangkan kealpaan yang menutupi pandanganku: “Besok Zhuhur kami
akan menyalatkannya. Beritahu teman-temanmu!!”
Pembicaraanpun terputus… Aku akhirnya yakin bahwa kejadian itu memang
nyata, bukan main-main. Hari-hari Abdurrahman memang sudah berakhir.
Aku pun percaya bahwa kejadian itu benar adanya dan bahwa kematian itu
memang benar adanya, dan bahwa pertemuan kami nanti adalah di alam
kubur, bukan di penjahit!! Ia sudah dikenakan kain kafan, tidak sempat
lagi memakai baju baru lebaran!!
Malam itu aku tidak bisa tidur. Pikiranku sungguh kacau, kepalaku
juga terasa pusing. Aku memutuskan untuk pergi ke rumah Abdurrahman
untuk menyelidiki masalahnya dan memperjelas berita yang menyakitkan
itu…
Ketika aku mengendarai mobil, tiba-tiba dalam tape recorder kutemukan
kaset lagu. Aku segera mengeluarkannya. Terdengarlah suara Imam
Al-Haram dari radio membuat semerbak tempat itu dengan kekhusyuan dan
kemerduan suaranya. Seluruh anggota tubuhku mendengarkannya.
Pendengaranku tunduk, seolah-olah dunia sudah terbalik dan hari Kiamat
sudah datang. Manusia sudah berubah. Aku meminggirkan mobilku dan
mendengarkannya, sekali lagi mendengarkannya. Seolah-olah baru pertama
kali ini aku mendengarkan Al-Qur’an. Ketika mulai doa qunut, seolah-olah
air mataku berderai lebih cepat dari suara Imam. Aku mengangkat
tanganku untuk mengusap air mata. Sementara hatiku terus mengulang-ulang
pantulan kalimat-kalimat itu. Kilatan cita-cita membias di belakang air
mata tersebut.
Aku memaklumkan taubatku yang tulus. Aku mulai bersahabat dengan
orang-orang baik dan teman-teman yang shalih… Orang yang selama ini
kubenci, menjadi orang yang paling kucintai. Orang yang selama ini aku
ejek, sekarang menjadi orang yang paling tinggi derajatnya di hadapan
mataku. Orang yang selama ini kuhina, menjadi orang yang paling mulia di
sisiku. Dahulu aku sudah berada di pinggiran jurang Neraka. Aku mulai
melongok kebahagiaan yang selama ini tidak kukenal. Hatiku terasa
lapang, sementara mataku membayangkan ketenangan, kewibawaan dan
keteguhan…
Aku datang dengan tiba-tiba ke tukang jahit itu dan langsung
menanyakan pakaian baruku. Ia balik bertanya tentang Abdurrahman. Aku
katakan bahwa ia sudah meninggal dunia. Ia mengulangi nama yang
ditanyakan tadi. Kembali kujawab: “Sudah meninggal dunia.” Ia mulai
menggambarkan kepadaku bentuk orang yang ditanyakan itu, mobilnya dan
gaya bicaranya. Tetap kujawab: “Iya dia yang sudah meninggal dunia.”
Ketika ia memperlihatkan kepadaku pakaian baruku, kembali ia bertanya:
“Apakah betul-betul ia sudah meninggal dunia?”
Pakaianku berada di samping pakaiannya. Tempat dudukku di mobil juga
di sebelah tempat duduknya. Namun bedanya, ia sudah tiada sementara aku
masih memiliki sisa umur yang mudah-mudahan bisa kugunakan untuk
mengejaq ketinggalanku selama ini..
Aku memuji Allah atas taubat ini, atas kembalinya aku dan atas
perbedaanku kini. Namun masih ada saudaraku nun jauh di sana, kedua
matanya masih tertutupi, hatinya masih ternodai debu kemaksiatan dan
dosa. Apakah aku membiarkannya? Aku menyingsingkan lengan bajuku: “Tak
akan kubiarkan.”
Di hadapannya api Neraka dan ancaman siksa, berbagai kesulitan dan hal-hal yang menakutkan…
Aku tidak akan membiarkannya, karena Allah telah memberiku petunjuk.
Masih ada buku, masih ada kaset. Antara aku dengan dia, masih ada
nasihat yang tulus…
Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim
(penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan
1422 H / Desember 2001 M. Hal. 233-239.
- Beranda
- Pribadi
- Jenis Batu Akik
- Spot
- Kesehatan
- Makanan Berwarna Pencegah Kanker
- Makanan Berprotein Dapat Mencegah Hipertensi
- Menyikat Gigi Sebelum Tidur
- Pisang Bantu Turunkan Risiko Stroke
- Pentingnya Memenuhi Kebutuhan Kolin
- Obat Kumur Beralkohol
- Risiko Kesehatan Yang Mengancam Para Pekerja Shift Malam
- Manfaat Makan Malam Lebih Awal
- 5 Tips Sederhana Agar Tetap Berenergi di Siang Hari
- 5 makanan yang bisa melawan flu
- Kisah Kehidupan
- Air Mata Perpisahan
- HARI IED maut memaksanya menanggalkan pakaian baru itu
- SI PENJUAL MINYAK WANGI dulu ia tak kusukai kini keadaan berbalik
- Tidak Dusta, Kerja Apa pun Diterima
- Menolak Korupsi, maka Pintu Rezeki pun Dibukakan Untuknya
- Batu Ginjal dan Sedekah
- Istigfar dan Keberkahan Rizki
- KEMBALI kejadian tak terduga itu akhirnya menyadarkan suamiku
- Hukum Menyiram Kuburan dengan Air dan Meletakkan Kerikil di Atasnya
- Bangkrut, Tidak Punya Harta Lagi karena Menuntut Ilmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar